image_pdfimage_print
K.H. Maksum Abdullah berbincang-bincang dengan Ketua PCNU Kab. Berau K.H. Rasyid,BA

K.H. Maksum Abdullah berbincang-bincang dengan Ketua PCNU Kab. Berau K.H. Rasyid,BA

Desa Labanan Makarti adalah sebuah permukiman transmigrasi yang dibuka pada tahun 1984, dan gelombang terakhir tahun 1986. Semula bernama UPT III, lalu diubah menjadi Satuan Pemukiman B (SPB). Penduduk desa ini terdiri atas 4 etnik, yaitu Jawa, Madura, Sasak/Lombok dan Sunda.

Sebagai permukiman baru, sering terjadì berbagai permasalahan sosial. termasuk di dalamnya ada konflik kepentingan penyebarluasan ajaran agama. Menurut data, saat pertarma kali dibuka permukiman tersebut, terdapat 10 pasang keluarga pendeda/biarawati. Lalu terjadilah keprihatinan  tokoh agama Islam, karena adanya kemungkinan penyebarluasan agama Kristen yang dilakukan oleh para pendeta tersebut.

 Upaya yang dilakukan oleh para tokoh agama Islam adalah :

  1.  Menyadarkan kembali umat Islam yang telah ikut terbawa jejak para penyebar agama Kristiani.
  2. Melakukan dialog dengan para pendeta dan biarawati.
  3. Menghalangi upaya pendirian gereja karena jumlah pemeluk agama Kristen tidak terlalu banyak (tidak memenuhi syarat pendirian berdasarkan jumlah pemeluk).
  4. Mengupayakan agar umat Islam menyadari akan kekeliruannya yang telah menerima ajaran missionaris dalam kehidupan.

Dalam kondisi seperti tersebut di atas, kebetulan  pada tahun 1984 KH. Maksum Abdullah mengikuti program transmigrasi. Beliau adalah salah satu alumni Pondok Pesantren Darul Ulum Peterongan Jombang tahun 1963.

Kemudian, pada tahun 1990 para tokoh Islam yang dipelopori oleh Kyai Maksum Abdullah tersebut dan didukung para tokoh Islam lain  serta berkat restu dari Pimpinan Cabang Nahdlatul Ulama Berau, berdirilah Pondok Pesantren Nurul Muhajirin.

Keadaan Masyarakat Sekitar Pondok Pesantren
Masyarakat transmigran yang hidup di sekitar pondok pesantren lebih banyak bekerja di sektor usaha perkayuan dan bertani. Sebagian kecil lagi bekerja di sektor industri. Kehidupan ekonomi masyarakat dapat dikatakan hanya pas-pasan untuk hidup keluarga, dan sebagian kecil warga masyarakat dapat digolongkan mampu atau berkecukupan. Namun, kehidupan masyarakat muslim pada masa awal pembukaan permukiman transmigrasi, dapat dikatakan kurang memahami ajaran agama dan kurang mengamalkannya dengan baik. Berbagai bentuk kemaksiatan terjadi hamper setiap hari. Keadaan tersebut  menumbuhkan kepedulian dari para tokoh agama Islam untuk mengembangkan kegiatan keagamaan yang dapat menjadi benteng bagi penangkal kemaksiatan tersebut.

Disisi lain, Kehidupan agama (Islam) sangat marak, yang ditandai dengan berbagai kegiatan yang diadakan di tempat ibadah (masjid) yang berjumlah 4 buah.  Namun kegiatan keagamaan ini masih terbatas pada pelaksanaan shalat wajib dan salat Jum’at. Mengenai pengajaran agama belum dapat dikatakan berjalan secara berkelanjutan. Hal itulah yang juga menjadi faktor pendorong berdirinya lembaga pendidikan pondok pesantren.

Berdirinya Pondok Pesantren Nurul Muhajirin menjadi ganjalan bagi mereka yang masih suka melakukan kemaksiatan. Bahkan  isu-isu negatif tersebar tentang keberadaaan pondok pesantren ini di tengah-tengah masyarakat transmigrasi, dan sempat sampai keluar desa. Selanjutnya perkembangan lembaga ini memperoleh berbagai hambatan dan rintangan.  Hambatan dan rintangan tersebut tidak terbatas hanya pada isu tentang keberadaannya. Tetapi  juga isu  yang berkaitan dengan masalah khilafiyah. Sehingga masyarakat menjadi kurang menaruh simpati dan kurang mendukung keberadaan pondok pesantren.

Dari waktu ke waktu, umat Islam di sekitar pondok pesantren terus berubah setelah berdiri lembaga pondok pesantren dan merasakan manfaat bagi pendidikan anak-anak mereka. Perubahan yang sangat menyolok adalah dengan adanya dukungan moral maupun material terhadap para pendidik pondok pesantren.